Komponen Pembelajaran


Komponen Pembelajaran
Komponen Pembelajaran terdiri dari:
1.      Tujuan Pembelajaran / Kompetensi
Tujuan pembelajaran merupakan penjabaran dari tujuan-tujuan yang ada di atasnya, yaitu tujuan bidang studi, tujuan satuan pendidikan (institusi), dan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pembelajaran berisi rumusan pernyataan mengenai kemampuan atau kualifikasi tingkah laku yang diharapkan dimiliki/dikuasai siswa setelah ia mengikuti proses pembelajaran.
Tujuan ini dibedakan menjadi tujuan pembelajaran umum (tujuan pembelajaran umum) dan tujuan pembelajaran khusus (tujuan pembelajaran khusus). Tujuan  pembelajaran umum dan tujuan yang ada di atasnya disusun dan dirumuskan oleh tim pengembang kurikulum pusat, sedangkan tujuan pembelajaran khusus perumusannya diserahkan kepada guru yang melaksanakan proses pembelajaran di sekolah.

2.      Materi Pembelajaran
Materi pelajaran merupakan isi atau bahan yang dipelajari siswa harus direncanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Materi hendaknya mendukung pencapaian tujuan intruksional, dalam rangka mewujudkan fungsi pendidikan yang diemban oleh sekolah yang bersangkutan dan  mempertimbangkan taraf kemampuan siswa yang bersangkutan, suatu topik yang sama dapat berbeda tingkat kedalamannya untuk tingkat kelas yang berbeda.
Dalam menentukan materi pelajaran, perlu memasukan bahan yang faktual yang sifatnya konkret dan mudah diingat, serta bahan yang sifatnya konseptual berisikan konsep-konsep abstrak.
3.        Kegiatan Belajar Mengajar
Kriteria perumusan perencanaan kegiatan belajar-mengajar:
a.       berorientasi pada tujuan pembelajaran khusus.
b.      harus direncanakan secara sistematis, dan sistemik. Misalnya kegiatan belajar yang akan dilaksanakan harus diurutkan secara sistematis dimulai dengan kegiatan yang mudah sampai pada kegiatan yang sulit.
c.       harus efektif dan efisien. Artinya kegiatan belajar yang akan dilaksanakan harus mengutamakan ketepatan kegiatan untuk mencapai tujuan dan dapat dilaksanakan dengan waktu yang relatif singkat serta biaya, tenaga dan fasilitas yang relatif kecil.
d.      fleksibel. Artinya kegiatan belajar tidak bersifat kaku harus tetap sesuai dengan rencana akan tetapi dapat dikembangkan sesuai kondisi yang ada.
e.       harus sesuai dengan kemampuan siswa. Misalnya, apabila dalam kegiatan belajar akan dilaksanakan kegiatan observasi, maka siswa harus sudah memiliki kemampuan dalam teknik observasi serta  cara melaporkan hasil observasi atau kegiatan lainnya.
f.       harus sesuai dengan alat/fasilitas yang (tersedia) mendukung dalam pembelajaran.
g.      harus disesuaikan dengan waktu yang tersedia (alokasi dalam kurikulum).
h.      dapat mengembangkan kemampuan siswa.
i.        harus menggambarkan atau mendeskripsikan tentang materi atau cara yang digunakan.
j.        harus memberikan peluang atau memungkinkan siswa untuk dapat memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan siswa.
4.        Evaluasi
Evaluasi belajar yang harus dilaksanakan pada kegiatan pembelajaran, meliputi evaluasi awal pembelajaran, evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi akhir pembelajaran.
Evaluasi awal pembelajaran diperlukan untuk mengetahui kemampuan awal (entry behavior) siswa. Evaluasi proses ditujukan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam perbuatan, tindakan (kinerja) secara proses. Adapun evaluasi akhir dilakukan untuk mengetahui sampai dimana tingkat kemampuan siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar.

Karakteristik Siswa
Siswa secara alamiah memiliki karakteristik yang berbeda. Ragam karakteristik ini ternyata mempengaruhi bagaimana hasil implementasi desain pembelajaran yang telah dirancang. Oleh karenanya mengenal karakteristik siswa sangatlah penting dalam proses pembelajaran. Dengan mengenal karakteristik siswa, maka dapat diketahui kualitas perseorangan dan menjadi petunjuk dalam mengelola strategi pembelajaran.
Reigeluth, seorang pakar pendidikan mengidentifikasi 7 jenis kemampuan awal yang dapat dipakai untuk memudahkan perolehan, pengorganisasian, pengungkapan kembali pengetahuan baru.
1.      Pengetahuan bermakna tak terorganisasi Pengetahuan bermakna tak terorganisasi merupakan pengetahuan yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari. Sebagai kemampuan awal, pengetahuan jenis ini akan amat berguna untuk mengingat pengetahuan-pengetahuan hafalan dan pengetahuan yang tak bermakna. Telah diketahui bahwa pengetahuan bermakna tak terorganisasi dapat digunakan untuk membuat kaitan-kaitan yang akan sangat memudahkan mengingat kembali pengetahuan baru bila diperlukan kemudian. Bagaimanapun juga, pengetahuan-pengetahuan yang termasuk jenis ini akan amat berarti bagi siswa sebagai alat untuk memudahkan belajar, apabila ia telah dikuasai benar, atau telah mencapai taraf siap pakai.
2.      Pengetahuan analogis (analogic knowledge), yang mengait­kan pengetahuan baru dengan pengetahuan lain yang amat serupa yang berada di luar isi yang sedang dibicarakan. Pengetahuan analogis serupa dengan pengetahuan coordinate, kecuali bahwa pengetahuan analogis berada di luar konteks yang akan dipelajari. Mengaitkan pengetahuan baru dengan pe­ngetahuan analogis yang telah dimiliki oleh siswa dapat memudahkan perolehan pengetahuan baru itu. Namun demikian, ini akan bermanfaat apabila siswa telah berhasil belajar bagaimana menggunakan analogi untuk memudahkannya dalam belajar, pengaitan tersebut juga akan dapat membantu pengintegrasian struktur-struktur pengetahuan yang terpisah agar terorganisasi menjadi suatu struktur kognitif yang lebih utuh.
3.      Pengetahuan tingkat yang lebih tinggi (superordinate knowledge), yang dapat berfungsi sebagai kerangka cantolan bagi pengetahuan baru. Contoh soal, tentang belajar konsep dan prinsip, mengungkapkan bahwa pengetahuan tingkat yang lebih tinggi atau pengetahuan superordinate membawahi (subsumes) pengetahuan-pengetahuan yang akan dipelajari. Dengan kata lain, pengetahuan yang akan dipelajari dapat dipandang sebagai pengetahuan-pengetahuan yang lebih rinci atau lebih kompleks jika dibandingkan dengan pengetahuan super­ordinate.
4.      Pengetahuan setingkat (coordinate knowledge), yang dapat memenuhi fungsinya sebagai pengetahuan asosiatif dan/atau komparatif. Pengetahuan setingkat (coordi­nate knowledge) merupakan pengetahuan yang memiliki tingkat keumuman atau kekhususan yang sama dengan pengetahuan yang dipelajari. la juga harus erat sekali terkait dengan penge­tahuan yang akan dipelajari. Bila diungkapkan lebih cermat, contoh-contohnya harus dapat dibedakan dengan contoh-contoh pengetahuan baru, dan pengetahuan superordinatenya harus sama dengan pengetahuan superordinate pengetahuan baru yang dipelajari.
5.      Pengetahuan tingkat yang lebih rendah (subordinate know­ledge), yang berfungsi untuk mengkonkritkan pengetahuan baru atau juga penyediaan contoh-contoh.
Pengetahuan tingkat yang lebih rendah (subordinate knowledge) merupakan kebalikan dari pengetahuan tingkat yang lebih tinggi (su­perordinate knowledge). Pengetahuan tingkat yang lebih rendah memiliki fungsi yang sama dengan pengetahuan yang didapat dari pengalaman (experiential knowledge).
6.      Pengetahuan pengalaman (experiential knowledge), yang memiliki fungsi sama dengan pengetahuan tingkat yang lebih rendah, yaitu untuk mengkonkritkan dan menyediakan con­toh-contoh bagi pengetahuan baru.
Pengetahuan pengalaman mengacu kepada ingatan seseorang pada peristiwa-peristiwa atau objek-objek khusus (diacukan sebagai contoh-contoh dalam teori pembelajaran) dan yang disimpan dalam experiential data base. Perbedaan utama antara pengetahuan pengalaman dengan penge­tahuan tingkat lebih rendah adalah bahwa pengetahuan pengalaman selalu mengacu kepada contoh-contoh atau kasus-kasus khusus, se­dangkan pengetahuan tingkat yang lebih rendah selalu merupakan pengetahuan yang dapat digeneralisasi (seperti; konsep, prosedur, dan prinsip, masing-masing memiliki lebih dari satu contoh).
Sangat penting bagi siswa anda untuk mengorganisasi ingatan dimana pengetahuan baru dikaitkan dengan pengetahuan subordinate (baik jenis maupun bagian), dan diintegrasikan lebih lanjut ke dalam struktur kognitif yang sudah dimiliki siswa.
7.      Strategi kognitif (cognitive strategy), yang menyediakan cara-cara mengolah pengetahuan baru, mulai dari penyandian, penyimpanan, sampai pada pengungkapan kembali pengeta­huan yang telah tersimpan dalam ingatan. Diantara beberapa kemampuan awal, strategi kognitif memiliki cara kerja yang paling berbeda. Strategi kognitif berfungsi membantu mekanisme pembuatan hubungan-hubungan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa.
Di saat pertemuan paling awal di kelas, guru yang bertanya tentang hal-hal seperti asal sekolah yang akan mengacu pada asal daerah, menanyakan apakah siswa sudah pernah mempelajari materi yang akan disampaikan, sedang bersemangat ataukah tidak siswa, dan sebagainya menjadi hal penting untuk memahami karakteristik siswa.
Mencari tahu tentang bagaimana keadaaan dan kondisi siswa. Selain bermanfaat bagi kelancaran proses pembelajaran bermakna, juga dapat menjalin keterikatan emosional antara anda dan siswa. Jika keterikatan emosional telah terjalin maka interaksi antara guru dan siswa yang ada di kelas anda akan berjalan harmonis. Bahkan keharmonisan yang terjalin membekas hingga para siswa itu telah dewasa.

Karakteristik Pembelajaran Fisika

Karakteristik pembelajaran Fisika antara lain:
(1) Merupakan ilmu yang berhakekat pada proses  dan  produk,  artinya  dalam  belajar  Fisika  tidak  cukup  hanya  mempelajari produknya  melainkan  juga  menguasai  cara  memperoleh  produk  tersebut;
(2)  Produk Fisika  cenderung  bersifat  abstrak  dan  dalam  bentuk  pengetahuan  fisik  dan  logika matematik. Oleh karena itu, pembelajaran Fisika yang penyajiannya melibatkan siswa secara aktif baik dari segi mental maupun fisik dan bersifat nyata (konstekstual) akan menjadi semakin menarik.

Dengan demikian pembelajaran Fisika memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mencari, mempertanyakan dan mengeksplorasi pengetahuan.

Tujuan Pembelajaran dalam Pembelajaran Fisika

            Tujuan pembelajaran fisika yang tertuang dalam kerangka Kurikulum 2013 ialah menguasai konsep dan prinsip serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Kemdikbud, 2014).
·         Rumusan tujuan bukan merupakan  pernyataan tentang apa yang direncanakan guru untuk dilaksanakan dalam pembelajaran tetapi tentang apa yang seharusnya siswa peroleh dari suatu pelajaran.
·         Rumusan tujuan merupakan pernyataan tentang hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh setiap siswa. Lebih tepatnya, kemampuan  baru apa yang seharusnya dikuasai siswa pada akhir pelajaran.
·         Pernyataan tujuan pembelajaran seharusnya dibuat sespesifik mungkin. Sebagai misal, “Siswa saya akan meningkat keterampilan fisika mereka” merupakan pernyataan terlalu umum sebagai tujuan pembelajaran spesifik. Pernyataan ini cocok sebagai tujuan pembelajaran umum, yaitu pernyataan luas tentang tujuan. Tujuan seperti itu dapat memayungi sejumlah tujuan spesifik, seperti “Siswa kelas dua akan dapat memecahkan dengan benar setiap masalah penjumlahan satu-digit.” 
Tujuan menyusun Tujuan Pembelajaran
·         agar guru dapat melakukan pemilihan  materi, metode, dan media. Tujuan itu akan mengarahkan guru dalam memilih materi, metode, dan media dan urutan kegiatan pembelajaran.
·         menjadikan guru memiliki komitmen untuk menciptakan lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga tujuan itu dapat dicapai.
Sebagai misal, jika tujuan dari satu RPP fisika adalah “Dapat mengukur arus yang mengalir di dalam sebuah rangkaian sederhana dengan amperemeter,” lingkungan belajar itu harus meliputi sebuah amperemeter dan rangkaian sederhana.
·         membantu menjamin evaluasi yang benar. Guru tidak akan tahu apakah siswanya telah mencapai sebuah tujuan kecuali guru itu mutlak yakin apa tujuan yang hedak dicapai.
·         sebagai kontrak antara guru dan siswa
·         Tanpa tujuan pembelajaran yang eksplisit, siswa tidak akan tahu apa yang diharapkan dari mereka.
·         Apabila tujuan dinyatakan dengan jelas dan spesifik, pembelajaran dan pengajaran menjadi berorientasi pada tujuan.
·         Inilah tujuan pembelajarannya. Tugas saya sebagai guru adalah menyediakan aktivitas pembelajaran yang cocok untuk pencapaian tujuan itu. Tanggungjawab kamu sebagai siswa adalah berpartisipasi dengan sungguh-sungguh dalam aktivitas pembelajaran itu.”
Format ABCD Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran yang dinyatakan dengan baik mulai dengan menyebut Audience / peserta didik untuk siapa tujuan itu dimaksudkan. Tujuan itu kemudian mencantumkan  Behavior atau kemampuan yang harus didemonstarsikan dan Conditions seperti apa perilaku atau kemampuan yang akan diamati. Akhirnya, tujuan itu mencantumkan Degree keterampilan baru itu harus  dicapai dan diukur, yaitu dengan standar seperti apa kemampuan itu dapat dinilai.
Audience
Premis utama pengajaran sistematik adalah fokus pada apa yang dilakukan siswa, bukan apa yang dilakukan guru.
Pembelajaran paling mungkin terjadi bila siswa aktif, baik secara mental memproses ide-ide atau secara fisik berlatih keterampilan.
Karena tercapainya tujuan bergantung kepada apa yang dilakukan siswa, maka tujuan pembelajaran mulai dengan menyatakan kemampuan siapa yang akan berubah, sebagai misal, “siswa kelas-sembilan” atau “peserta wokrkshop pembelajaran inovatif.”
Behavior
 Inti tujuan pembelajaran adalah kata kerja yang mendeskribsikan kemampuan baru yang akan dimiliki audience setelah pengajaran.
Kata kerja ini dapat paling jelas mengarahkan perhatian guru jika kata kerja itu dinyatakan sebagai perilaku yang dapat diamati.
Kata kerja yang kabur seperti mengetahui, memahami dan mengapresiasi  tidak mengkomunikasikan tujuan guru dengan jelas.
Kata-kata yang lebih baik menyatakan kinerja yang dapat diamati meliputi mendefinisikan, mengkategorikan, dan mendemonstrasikan.
Behavior atau kinerja yang dinyatakan dalam tujuan seharusnya mencerminkan kemampuan dunia-nyata yang dibutuhkan  oleh siswa, bukan kemampuan artifisial atau tidak nyata/buatan semata-mata untuk berhasil dalam tes.
Condition
Pernyataan tujuan seharusnya memasukkan kondisi-kondisi saat  siswa melakukan kinerja yang dievaluasi.
Sebagai misal, apakah siswa diijinkan untuk menggunakan catatan atau membuka buku saat mengidentifikasi variabel dalam sebuah hipotesis.
Jika tujuan dari dari pelajaran tertentu adalah agar siswa dapat mengidentifikasi burung-burung, apakah identifikasi dilakukan dari  sejumlah transparansi berwarna atau  sejumlah foto hitam putih?
Jadi sebuah tujuan dapat dinyatakan, “Diberikan sejumlah transparansi berwarna, siswa dapat mengidentifikasi burung-burung itu.”
Atau  contoh lain, “Tanpa membuka buku, siswa dapat menyebutkan Hukum Ohm.”
Degree
Persyaratan terakhir tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan baik adalah rumusan itu menunjukkan standar, atau  kriteria , yaitu kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja siswa. Misalnya tingkat kecermatan atau ketuntasan seperti apa yang harus diperagakan siswa?
Apakah kriteria itu dinyatakan dalam istilah kualitatif atau kuantitatif, kriteria itu seharusnya didasarkan pada persyaratan dunia nyata. Sebagai misal,  “Siswa dapat meloncat  melewati mistar setinggi 175 cm.” atau “Siswa dapat merencanakan eksperimen untuk menguji sebuah hipotesis sesuai rincian tugas kinerja yang ditentukan.”
Contoh Tujuan Pembelajaran:
Diberikan grafik batang, grafik garis, atau grafik lingkaran (C) siswa SMP kelas VII (A) akan dapat secara verbal mempresentasikan semua informasi statistik atau numerik yang ditunjukkan pada grafik itu (B) dengan ketepatan 100% (D).

Asesment Pembelajaran
          Secara umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa baik yang menyangkut kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan sekolah.
Asesmen secara sederhana dapat diartikan sebagai  proses pengukuran dan non pengukuran untuk memperoleh data karakteristik peserta didik dengan aturan tertentu. Dalam pelaksanaan asesmen pembelajaran, guru akan  dihadapkan pada 3 (tiga) istilah yang sering dikacaukan pengertiannya,  atau bahkan sering pula digunakan secara bersama yaitu istilah pengukuran, penilaian dan test.
Asesmen pembelajaran bermanfaat untuk:  (1) memberi penjelasan secara lengkap tentang target pembelajaran yang dapat dijelaskan; sebelum pendidik melakukan asesmen terhadap siswanya terlebih dulu harus mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan siswa, informasi yang dibutuhkan tentang pengetahuan, keterampilan, dan performa siswa. Pengetahuan, keterampilan dan performa siswa yang dibutuhkan  dalam pembelajaran disebut dengan target atau hasil pembelajaran; (2)  memilih teknik asesmen untuk kebutuhan masing-masing siswa, bila mungkin guru dapat menggunakan beberapa indikator.
Asesmen merupakan bagian integral dari proses pembelajaran, sehingga tujuan asesmen harus sejalan dengan tujuan pembelajaran; sebagai upaya utuk mengumpulkan berbagai informasi dengan berbagai teknik; sebagai bahan pertimbangan penentuan  tingkat keberhasilan  proses dan hasil pembelajaran; oleh karenanya asesmen hendaknya dilakukan dengan perencanaan yang cermat.
Asesmen harus didasarkan pada tujuan pembelajaran secara utuh dan  memiliki kepastian kriteria keberhasilan, baik kriteria dari keberhasilan proses belajar yang dilakukan siswa, ataupun kriteria keberhasilan dari kegiatan mengajar yang dilakukan oleh pendidik, serta keberhasilan program pembelajaran secara keseluruhan.
Untuk memperoleh hasil asesmen yang maksimal yang dapat menggambarkan proses dan hasil yang sesungguhnya, asesmen dilakukan sepanjang kegiatan pengajaran ditujukan untuk memotivasi dan  mengembangkan  kegiatan belajar anak, kemampuan mengajar guru dan untuk kepentingan penyempurnaan program pengajaran.
Terkait dengan evaluasi, asesmen pada dasarnya merupakan alat (the means) dan bukan merupakan tujuan (the end),  sehingga asesmen merupakan sarana yang digunakan sebagai alat untuk  melihat  dan menganalisis apakah siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan serta untuk mengetahui apakah proses pembelajaran telah sesuai dengan tujuan atau masih memerlukan  pengembangan dan perbaikan.

Sumber:
Afandi, Muhammad.2009. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Dasar.
                KHAZANAH PENDIDIKAN: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. I, No. 2
Poerwanti, E. Konsep Dasar Asesmen Pembelajaran pada
            http://storage.kopertis6.or.id



Komentar

Postingan Populer