Pemanasan Global
Pengertian Pemanasan Global (Global warming)
Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses
peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut,
dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah
meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F)
selama seratus tahun terakhir. Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek
IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C
(2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan
itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas
rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang
berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100,
pemanasan dan kenaikan muka air lautdiperkirakan akan terus berlanjut selama
lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini
mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Penyebab Pemanasan Global (Global warming)
1. Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi
yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut
berbentuk radiasi gelombang pendek. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia
berubah menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian
panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi
infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap
terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara
lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi
perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali
radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan
tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Efek rumah kaca ini
sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya,
planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59
°F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika
tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi
seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah
berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
2. Efek Umpan Balik
Penyebab pemanasan
global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya.
Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat
bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan
menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air
sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah
jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap
air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh
akibat gas CO2 sendiri. Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan
karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena
pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari
bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga
akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan
tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa,
sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan
pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu
seperti tipe dan ketinggian awan tersebut.
3. Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang
menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan
balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan
antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah
meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek
rumah kaca akan mendinginkan stratosfer.
Ada beberapa hasil
penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan
dalam pemanasan global. Dua ilmuwan dari Duke University memperkirakan bahwa
Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata
global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.
Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat
ini membuat perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan
dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari
debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian,
mereka menyimpulkan bahwa dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap
pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada
dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah
tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka
tidak menemukan adanya peningkatan tingkat “keterangan” dari Matahari pada
seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil
sekitar 0,07% dalam tingkat “keterangannya” selama 30 tahun terakhir. Efek ini
terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian
oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan
global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari
output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.
Mengukur pemanasan global
Data terkini dari Badan Urusan Kelautan dan Atmosfir
Amerika Serikat (NOAA), mengatakan bahwa April 2010 dianggap sebagai yang
terpanas dibanding bulan yang sama di tahun-tahun sebelumnya. Ya, menurut NOAA
sebagaimana dilansir Associated Press dan
dikutip Viva, sepanjang abad ke-20 hingga tahun lalu, suhu
rata-rata permukaan Bumi di bulan April adalah 13,7 derajat Celcius. Namun,
pada April 2010, suhu mencapai 14,5 derajat celcius. Ini terbukti usai NOAA
meneliti suhu rata-rata permukaan Bumi berdasarkan kombinasi suhu permukaan
darat dan laut. Pusat Data Iklim Nasional NOAA, Senin 17 Mei 2010, juga
menyebutkan suhu rata-rata Bumi mencapai rekor paling tinggi selama periode
Januari-April 2010.
Selama periode tersebut, suhu rata-rata adalah 13,3
derajat Celcius. Mongolia, Rusia bagian timur, sebagian besar wilayah China,
Amerika Serikat bagian barat, dan sebagian Amerika Selatan pada bulan lalu
lebih dingin dibanding biasanya, tetapi sebagian besar wilayah lain di dunia
mencapai rekor suhu lebih tinggi dibanding rata-rata. Wilayah yang memiliki
suhu di atas rata-rata antara lain Kanada, Alaska, Amerika Serikat bagian
timur, Australia, Asia Selatan, Afrika bagian utara, dan Rusia bagian
utara.Menurut pakar iklim, pemanasan El Nino di Samudera Pasifik melemah pada
April karena anomali suhu permukaan air laut berkurang. Dan, laporan yang
dirilis Senin kemarin juga menyebutkan bahwa volume es di Kutub Utara selama
April lalu kembali menyusut. Ini merupakan penurunan berturut-turut dalam 11
bulan terakhir. Saat ini luas dataran es di Kutub Utara tinggal sekitar 14,7
juta kilometer persegi. Sedangkan wilayah es di Kutub Selatan pada April lalu
0,3 persen di bawah rata-rata menurut pengukuran selama periode 1979-2000.
Laporan ini dirilis karena para ilmuwan sedang berusaha mengangkat kembali isu
pemanasan global.
Pada awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar
bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan
temperatur rata-rata global. Hipotesis ini
dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program
penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel
atmosfer dari puncak gunung Mauna
Loa di Hawai.
Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan
konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer
terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang
terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Para ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim global
semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang
tepat. Temperatur terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang
satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh
data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas.
Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini,
akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Pada awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar
bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan
temperatur rata-rata global. Hipotesis ini
dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program
penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel
atmosfer dari puncak gunung Mauna
Loa di Hawai.
Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan
konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer
terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang
terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Para ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim global
semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang
tepat. Temperatur terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang
satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh
data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas.
Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini,
akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Dampak Pemanasan Global (Global
warming)
Para ilmuan menggunakan model komputer dari
temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari
pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat
beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca,
tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian,
kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.
Dampak-dampaknya diantaranya :
a) Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan
global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern
Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi.
Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih
sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang
sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada
pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit
serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa
area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk
meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih
banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin
apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau
menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap
air merupakan gas
rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada
atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang
lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa
luar, dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan
(lihat siklus air).
Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan,
secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan.
(Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus
tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air
akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi
lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin
dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang
memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan
dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan
terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
b) Peningkatan permukaan laut
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan
juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi
permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama
sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut.
Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 – 10
inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih
lanjut 9 – 88 cm (4 – 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi
kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan
6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh,
dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan
meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang
akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat
besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin
hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.Bahkan sedikit kenaikan
tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm
(20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika
Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area
perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi
sebagian besar dariFlorida Everglades.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan
daerah perkotaan sehingga pengukuran temperatur akan dipengaruhi oleh panas
yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh
material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca
yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit.
Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen
permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini
menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar
terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun
terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga
tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling
panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara
global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861.
Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas
manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan
temperatur rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga
11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga
memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi
sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat
emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di
atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya
kembali.
Jika emisi gas rumah
kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di
atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila
dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim
secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah
terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah
ini dengan risiko populasi yang sangat besar.
c) Suhu global cenderung meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan
menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya
tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada,
sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah
hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi
kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah
pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat
menderita jika snowpack (kumpulan salju)
musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum
puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami
serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
d) Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit
menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai
manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub
atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari
daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan
tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies
yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau
lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu
secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
e) Dampak sosial dan politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan
munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga
dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan danmalnutrisi.
Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat
mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian
akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan
penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering
muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi,defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit
kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada
penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit
melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti
meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem)
baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka
ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri,
plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala
organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies
yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan
ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim
(Climate change)yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu
seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan
tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran
limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne
disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang
tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit
saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis,
dan lain-lain.
f) Hilangnya Lautan Es
Menurut WWF, bahkan pemanasan global kurang dari 2°C
dapat memicu hilangnya lautan es kutub utara dan pencairan lapisan es di
Greenland . Efek timbal balik kekuatan yang tak terduga ini adalah penyebab
terlampauinya titik-titik kritis tersebut. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
permukaan laut beberapa meter secara global yang akan mengancam puluhan juta
manusia di dunia.
Kapasitas penyimpanan
CO2 di lautan dan daratan – penyerapan alami bumi– telah turun sekitar 5%
selama lebih dari 50 tahun belakangan ini. Pada saat yang bersamaan, emisi CO2
manusia yang berasal dari bahan bakar fosil terus meningkat – empat kali lipat
lebih cepat di dekade ini daripada dekade sebelumnya. WWF mendesak para
pemerintah tersebut memanfaatkan konferensi Poznan sebagai titik balik untuk
menghindari arah kehancuran yang sedang dituju oleh dunia saat ini.
Cara mencegah Pemanasan Global(Global
warming)
1.
Kurangi konsumsi
daging. Berdasarkan penelitian, untuk menghasilkan 1 kg daging, sumber daya
yang dihabiskan setara dengan 15 kg gandum. Bayangkan bagaimana kita bisa
menyelamatkan bumi dari kekurangan pangan jika kita mengurangi konsumsi daging.
Peternakan juga penyumbang 18% jejak karbon dunia, yang mana lebih besar dari
sektor transportasi (mobil, motor, pesawat, dll). Belum ditambah lagi dengan
bahaya gas-gas rumah kaca tambahan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan
lainnya, seperti metana yang notabene 3 kali lebih berbahaya dari CO2 dan gas
NO yang 300 kali lebih berbahaya dari CO2. Dan yang pasti banyak manfaat
kesehatan dan spiritual jika mengurangi konsumsi daging.
2.
Makan dan masaklah dari
bahan yang masih segar. Menghindari makanan yang sudah diolah atau dikemas akan
menurunkan energi yang terbuang akibat proses dan transportasi yang
berulang-ulang. Makanan segar juga lebih sehat bagi tubuh.
3.
Beli produk lokal,
hasil pertanian lokal lebih murah dan juga menghemat energi, terutama jika
menghitung energi dan biaya transportasinya. Makanan organik lebih ramah
lingkungan, tetapi periksa juga asalnya. Jika diimpor dari daerah lain,
kemungkinan emisi karbon yang dihasilkan akan lebih besar daripada manfaatnya.
4.
Daur ulang aluminium,
plastik, dan kertas. Akan lebih baik lagi jika Anda bisa menggunakannya
berulang-ulang. Energi untuk membuat satu kaleng aluminium setara dengan energi
untuk menyalakan TV selama 3 jam.
5.
Beli dalam kemasan
besar. Akan jauh lebih murah, juga menghemat sumber daya untuk kemasan. Jika
terlalu banyak, ajaklah teman atau saudara Anda untuk berbagi saat membelinya.
6.
Matikan oven Anda
beberapa menit sebelum waktunya. Jika tetap dibiarkan tertutup, maka panas
tersebut tidak akan hilang.
7.
Hindari fast food. Fast food merupakan
penghasil sampah terbesar di dunia. Selain itu konsumsi fast food juga buruk untuk kesehatan.
8.
Bawa tas yang bisa
dipakai ulang. Bawalah sendiri tas belanja, dengan demikian Anda mengurangi
jumlah tas plastik/kresek yang diperlukan. Belakangan ini beberapa pusat
perbelanjaan besar di Indonesia sudah mulai mengedukasi pelanggannya untuk
menggunakan sistem seperti ini. Jadi sambutlah iktikad baik mereka untuk
menyelamatkan lingkungan.
9.
Gunakan gelas yang bisa
dicuci. Jika Anda terbiasa dengan cara modern yang selalu menyajikan minum bagi
tamu dengan air atau kopi dalam kemasan. Beralihlah ke cara lama kita. Dengan
menggunakan gelas kaca, keramik, atau plastik food grade yang
bisa dicuci dan dipakai ulang.
10. Berbelanjalah di lingkungan sekitar. Akan sangat
menghemat biaya transportasi dan BBM.
11. Tanam pohon setiap ada kesempatan. Baik di lingkungan
ataupun berpartisipasi dalam program penanaman pohon. Bisa dengan menyumbang
bibit, dana, dan lain-lain. Tergantung kesempatan dan kemampuan.
Komentar
Posting Komentar